KETIKA IBLIS MENGAJARI ILMU IKHLAS
Oleh: Dr. Muh. Nursalim., M.Ag
(Ketua DMI Kabupaten Sragen)
Dalam kitab Ihya Ulumuddin ada
satu bab yang membahas tentang ikhlas. Imam Al Ghazali tatkala menjelaskan tema
ini mengutib kisah tentang pertarungan
antara orang shalih dengan Iblis. Berikut adalah cerita
lengkapnya.
“Dikisahkan bahwa seorang ahli ibadah telah menyembah Allah dalam waktu yang sangat lama. Suatu hari, datanglah sekelompok orang kepadanya dan berkata, "Di sana ada suatu kaum yang menyembah sebuah pohon selain Allah." Mendengar itu, ia pun marah dan mengambil kapaknya, lalu pergi dengan niat menebang pohon tersebut.”
“Di tengah perjalanannya, Iblis menemuinya dalam wujud seorang lelaki tua dan berkata, "Ke mana engkau hendak pergi? Semoga Allah merahmatimu." Ahli ibadah itu menjawab, "Aku hendak menebang pohon ini." Iblis bertanya, "Apa urusanmu dengan itu? Engkau telah meninggalkan ibadahmu, meninggalkan kesibukanmu untuk dirimu sendiri, dan malah sibuk dengan urusan lain!" Ahli ibadah menjawab, "Ini adalah bagian dari ibadahku." Iblis berkata, "Aku tidak akan membiarkanmu menebangnya."
“Maka, mereka berdua bertarung. Ahli ibadah berhasil menjatuhkan Iblis ke tanah dan duduk di atas dadanya. Iblis pun berkata, "Lepaskan aku agar aku bisa berbicara denganmu." Ahli ibadah pun berdiri. Iblis berkata, "Wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak mewajibkan hal ini kepadamu! Engkau sendiri tidak menyembah pohon itu, lalu apa urusanmu dengan orang lain? Allah memiliki para nabi di seluruh penjuru bumi. Jika Dia menghendaki, Dia pasti akan mengutus mereka untuk memerintahkan penebangan pohon itu!"
“Namun, ahli ibadah tetap bersikeras, "Aku harus menebangnya!" Maka mereka kembali bertarung, dan ahli ibadah sekali lagi berhasil mengalahkan Iblis dan duduk di atas dadanya. Kali ini, Iblis merasa lemah dan berkata, "Maukah engkau menerima suatu perkara yang akan lebih baik dan lebih bermanfaat bagimu?" Ahli ibadah bertanya, "Apa itu?"
“Iblis menjawab, "Engkau adalah orang miskin yang tidak memiliki apa-apa. Engkau hanya menjadi beban bagi orang lain yang menanggung hidupmu. Tidakkah engkau ingin dapat membantu saudara-saudaramu, memberi makan tetanggamu, serta mencukupi kebutuhan dirimu sendiri tanpa bergantung pada orang lain?" Ahli ibadah menjawab, "Ya, tentu saja."
“Iblis melanjutkan, "Kalau begitu, kembalilah! Aku akan memberimu dua dinar setiap malam yang akan kau temukan di bawah bantalmu. Dengan uang itu, engkau bisa menafkahi dirimu, keluargamu, serta bersedekah kepada saudara-saudaramu. Itu akan lebih bermanfaat bagi dirimu dan umat Islam daripada menebang pohon itu, karena pohon tersebut dapat tumbuh kembali dan menebangnya tidak akan memberi manfaat apa pun bagi saudara-saudaramu yang beriman."
“Ahli ibadah berpikir dan berkata, "Orang tua ini benar! Aku bukan seorang nabi yang wajib menebang pohon itu, dan Allah tidak memerintahkanku untuk melakukannya, sehingga aku tidak berdosa jika membiarkannya. Selain itu, saran yang diberikan ini lebih banyak manfaatnya." Ia pun berjanji kepada Iblis dan bersumpah untuk menepati perjanjiannya.
“Setelah kembali ke tempat ibadahnya, ia tidur. Keesokan paginya, ia menemukan dua dinar di bawah bantalnya, begitu pula pada hari berikutnya. Namun, pada hari ketiga dan seterusnya, ia tidak menemukan apa pun. Ia marah, mengambil kapaknya lagi, dan pergi untuk menebang pohon itu.”
“Di perjalanan, Iblis kembali menemuinya dalam wujud lelaki tua dan bertanya, "Ke mana engkau hendak pergi?" Ahli ibadah menjawab, "Aku akan menebang pohon itu!" Iblis berkata, "Demi Allah, engkau tidak akan mampu melakukannya!"
“Ahli ibadah mencoba menyerangnya seperti sebelumnya, tetapi kali ini Iblis berhasil menjatuhkannya ke tanah. Ahli ibadah bagaikan seekor burung kecil di bawah kaki Iblis. Iblis pun duduk di atas dadanya dan berkata, "Hentikan niatmu, atau aku akan membunuhmu!"
“Ahli ibadah menyadari bahwa ia tidak mampu mengalahkan Iblis kali ini. Ia pun bertanya, "Wahai orang tua, mengapa engkau kalah dariku pada awalnya, tetapi sekarang justru mengalahkanku?"
Iblis menjawab, "Pada awalnya, engkau marah demi Allah dan niatmu
adalah akhirat, maka Allah menundukkanku untukmu. Tetapi kali ini, engkau marah
demi dirimu sendiri dan karena urusan dunia, maka aku pun mampu
mengalahkanmu!"
Kisah ini membuktikan kebenaran firman Allah: 'Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas' (QS. Shad: 83), karena tidak ada yang dapat selamat dari tipu daya setan kecuali dengan keikhlasan.
Seseorang beramal ikhas atau tidak ternyata iblis lebih tahu. Sinyalnya sangat kuat, sehingga dapat mendeteksi keikhlasan. Indikatornya begini, ketika iblis berhasil menggoda berarti amalan seseorang tidak ikhlas. Sebaliknya jika iblis gagal berarti ia sedang ikhlas dalam beramal.
Lazimnya godaan iblis itu berjenjang dua tahap. Pertama diiming-imingi kenikmatan. Wujudnya bisa berupa jabatan, uang, kemasyhuran dan kesenangan lainnya. Bila tahapan ini si shalih nggelempang maka tidak perlu naik ke level berikutnya. Seperti kisah di atas. Ternyata uang sudah cukup menghentikan perjuangan ahli ibadah.
Ahli ibadah tetapi miskin sangat
rawan godaan jenis ini. Modusnya bisa beragam cara. Mungkin bantuan pembangunan
masjid, biaya umrah, beasiswa pendidikan bahkan hanya sekedar bingkisan
lebaran. Kapok jadi orang miskin lalu iblis memberikan fasilitas.
Apabila godaan kenikmatan tidak mempan iblis mulai main kasar. Ia hancurkan nama baiknya atau dirusak sumber penghidupannya atau bahkan dicelakakan dan dibunuh. Inilah yang dilakukan iblis kepada nabi Ayub. Beliau awalnya orang kaya-raya tetapi iblis membakar semua kekayaannya. Tidak cukup itu iblis juga menghancurkan tubuh sang Nabi dengan penyakit menahun. Dalam riwayat, penderitaan Ayub berlangsung sampai delapan tahun. Tetapi karena ikhlas sehingga godaan itu tidak memperngaruhinya dalam beribadah kepada Allah.
Begitulah hebatnya orang ikhlas. Dibujuk rayu dengan kenikmatan tidak mempan. Digertak dan diancam tidak takut. Maka iblispun menyerah kalah. Orang ikhlas itu menjadi penerang dan membawa petunjuk. Kehadirannya akan menghilangkan fitnah di dunia. Semoga Allah memberi anugerah kepada kita, sehingga dapat beramal apa saja secara ikhlas.
